Laman

Rabu, 15 Oktober 2014

Asal Usul Kote Pontianak






Kota Pontianak adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Barat di Indonesia. Kota ini terkenal sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui garis lintang nol derajat bumi. Di utara kota ini, tepatnya Siantan, terdapat monumen atau Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang tepat dilalui garis lintang nol derajat bumi. Selain itu Kota Pontianak juga dilalui
Sungai Kapuas yang adalah sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas membelah kota Pontianak, simbolnya diabadikan sebagai lambang Kota Pontianak.
Asal nama Pontianak dipercayai bermakna Kuntilanak atau hantu perempuan. Konon, ketika Syarif Abdurrahman Alkadrie tiba di daratan Pontianak, ia bertemu dengan hantu kuntilanak dan berhasil mengusirnya.
Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah Pendiri dan Sultan pertama Kerajaan Pontianak. Beliau dilahirkan pada tahun 1142 Hijriah (1729/1730 M), putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab.
Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan sembahyang dhohor itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak . Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.
Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami dan Keraton Kadariah.
Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya’ban 1192 Hijriah, bertepatan dengan hari isnen dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie.
Dibawah kepemimpinannya kerajaan Pontianak berkembang sebagai kota pelabuhan dan perdagangan yang cukup disegani. Hingga saat ini, warga Pontianak selalu memperingati lahirnya kota Pontianak dengan menggelar festival meriam karbit yang diadakan setiap tahunnya pada bulan Ramadhan menjelang Syawal, adalah sebagai peringatan akan peristiwa pengusiran hantu kuntilanak dengan meriam.
Ciri Khas Kota Pontianak
Kota Pontianak sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat memiliki ciri khas tersendiri yakni berdiri sebuah Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument. Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument itu berada di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Lokasinya berada sekira 3 km dari pusat Kota Pontianak. Tugu ini menjadi salah satu ikon wisata Kota Pontianak yang selalu ramai dikunjungi.
Tugu Khatulistiwa ini memiliki keunikan tersendiri, yakni setiap tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September akan terjadi peristiwa tanpa bayangan. Dimana, matahari tepat berada di titik nol derajat atau kulminasi.
Titik nol derajat atau kulminasi matahari yang ada di Pontianak merupakan salah satu keistimewaan kota ini dibandingkan negara-negara lain yang dilalui garis Khatulistiwa. Pasalnya, titik kulminasi di Pontianak tepat berada di tengah-tengah kota. Keunikan desain Tugu Khatulistiwa juga menjadi daya tarik tersendiri.
Karena keunikannya tersebut, maka Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak mendaftarkan Tugu Khatulistiwa sebagai cagar budaya ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Keunikan peristiwa kulminasi matahari dan Tugu Khatulistiwa menjadikannya layak maju ke pentas dunia.
Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengatakan, peristiwa tanpa bayangan atau titik kulminasi merupakan peristiwa unik yang hanya terjadi pada wilayah yang benar-benar dilewati garis Khatulistiwa secara pas.

Ia menambahkan, Tidak hanya Tugu Khatulistiwa, rencananya Masjid Jami Pontianak juga turut didaftarkan ke UNESCO. Bangunan masjid ini mempunyai ciri khas terbuat dari kayu dan usianya telah mencapai sekira 240 tahun. Diharapkan, dengan mendaftarkan kedua warisan budaya tersebut dapat menjadi cambuk bagi generasi muda Kota Pontianak untuk menjaga dan melestarikannya.
Menanggapi rencana Pemkot Pontianak tersebut, seorang warga Sam (53) yang tinggal di Jalan Tekam Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur mengaku setuju dengan hal itu. Menurut Sam, rencana pendaftaran hal itu sangat bagus bagi perkembangan dunia pariwisata di Kota Pontianak dan Kalbar sebagai provinsi.

Sama halnya dengan Sam, Moralisa (29) warga Jalan 28 Oktober Kecamatan Pontianak Utara mengatakan, Tugu Khatulistiwa dan Mesjid Jami Pontianak merupakan dua situs sejarah yang ada di ibu kota Provinsi Kalbar.
Untuk itu, jika kedua peninggalan sejarah itu didaftarkan ke Unesco, kemudian akan banyak situs-situs internet yang memberitakan hal tersebut. Sehingga, tidak saja orang dalam negeri yang mengetahui hal itu tetapi juga orang luar negeri. Moralisa menambahkan, dengan didaftarkannya dua situs sejarah tersebut nantinya akan menjadi tujuan perjalanan wisata. Selain itu, jika sudah mendapatkan pengakuan dari Unesco maka akan mudah bagi Pemkot Pontianak untuk mendapatkan dana bagi pemeliharaan kedua situs itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar